Syuriah
Gelora Darah
Syuriah,
kota lembaran buram, buramnya wajah kelopak hati membelai kasih. Semut kota
beserta sarangnya mulai runtuh ke lubang suram. Mata hati terbelalak dengan
cairnya elegi pagi yang muram.
Deriak
pasang jerit berudara tak henti-hentinya mengeluarkan buaian darah terhina
dengan tetesan air tak bermuara mulai menggenangi dihiasi dengan kesenangan
tawa tak bercelah pikir. Beribu nyawa putih berdera dengan kematiannya. Siang
malam memanjakan dengan panas bercampur tanah, merangak di padang luas tak
henti-hentinya mencicipi ledakan dan tembakan.
Syuriah, kota dentuman suara suci yang mengerling. Bergunung mesiu
ditaburkan dalam suasana yang berkabut kebengisan cinta dan mati adalah hal
yang musti dikabulkan. Siulan “Dumm !” “Dorr !” “Darr !” adalah nyanyian dari
komponis congkak kala ini. Kini tikar maut semakin unjuk gigi dan lantai
kotapun menjadi sandarannya, penuh dengan jenazah berkain abu gelap. Kini arah
memberi isyarat jeritan cuaca kian menebal.
Menjemur nyawa
dalam ambisi ketika baris gelaktawa berderet sepanjang kolam dan deret tangisan
berbaris sepanjang danau. Dupa suci yang kian berdebu dan kian memelas putih
dari nyawa yang bertumbangan akibat jilatan kematian. Keranda abu-abu dan tiang
lahat berlobang menjadi saksi dalam persidangan tangisan sekaligus menjadi
papan mereka tidur. Begitu pijakan darah bening mengalir yang kian tak bermuara
menuju pipi yang mulai terlihat bengis menutup kotak dendam pada buaian
penjajah hitam.
Syuriah kota yang menggenggam berjuta asa suci yang menghiasi
diiringi bintang hijau yang ingin meluap, namun apa daya deretan kasih dan
ukiran iba belum tertelan kini laksana buaian hati penjilat yang berwarnakan
ambisi.
Syuriah gelora perang, gelora derita, gelora darah.
Dibuat oleh : Watub Maulana
No comments:
Post a Comment